HAKIKAT MANUSIA DAN PENDIDIKAN
A.
Pengertian dan
Aspek-Aspek Hakikat Manusia
1.
Pengertian
hakikat manusia
Hakikat manusia adalah seperangkat gagasan atau
konsep yang mendasar tentang manusia dan makna eksistansi manusia di dunia.
Pengertian hakikat manusia berkenaan dengan “prinsip adanya” (principe de’detre) manusia. Dengan kata
lain, pengertian hakikat manusia adalah sprangkat gagasan tentang “sesuatu yang
olehnya” manusia menjadi apa yang terwujud, “sesuatu yang olehnya” manusia
memiliki karakteristik yang khas, “sesuatu yang olehnya” ia merupakan sebuah
nilai yang unik, yang memiliki sesuatu martabat khsusus”(Luois Leahy, 1958).
2.
Aspek-aspek
hakikat manusia
Aspek-aspek hakikat manusia antara lain berkenaan
dengan asal-usulnya (contoh: manusia sebagai makhluk tuhan), struktur
metafisiknya (contoh: manusia sebagai kesatuan badan-ruh), serta karakteristik
dan makna eksistensi manusia di dunia (contoh: manusia sebagai makhluk
individual, sebagai makhluk sosial, sebagai makhluk berbudaya, sebagai makhluk
susila, dan sebagai makhluk beragama).
a)
Manusia sebagai
makhluk Tuhan
Manusia
adalah subjek yang memiliki kesadaran (cociousness)
dan penyadaran diri (self-awarness).
Karena itu manusia adalah subjek yang
menyadari kebe-ra-da-annya, ia mampu membedakan dirinya dengan sesuatu yang ada
di luar dirinya.
Terdapat
dua pandangan filsafat yang berbeda tentang asal usul alam semesta, yaitu Evolusionisme dan Kreasionisme.
b)
Manusia sebagai
Kesatuan Badan-Roh
Terdapat
paham mengenai aspek apakah yang esensial pada diri manusia itu, badannya
ataukah jiwa/rohaninya yaitu Materialisme, Idealisme, Dualisme, dan paham yang
menyatakan bahwa manusia adalah kesatuan badan-roh.
c)
Manusia sebagai
makhluk individu
Manusia
sebagai individu atau sebagai pribadi merupakan kenyataan yang paling rill
dalam kesadaran manusia. Sebagai individu manusia adalah satu kesatuan yang tak
dapat dibagi, memiliki perbedaan dengan manusia yang lainnya sehingga bersifat
unik, dan merupakan subjek yang otonom. Perbedaan ini baik berkenaan dengan
postur tubuhnya, kemampuan berfikirnya, minat dan bakatnya, dunianya dan
cita-citanya.
d)
Manusia sebagai
makhluk sosial
Masyarakat
terbentuk dari individu-individu, maju mundurnya suatu masyarakat akan
ditentukan oleh individu-individu yang membangunnya. Oleh karena itu setiap
manusia adalah pribadi (individu) dan adanya hubungan pengaruh timbal balik
antara individu dengan sesamanya maka idealnya situasi hubungan antara individu
dengan sesamanya itu tidak merupakan hubungan antara subjek dengan objek,
melainkan subjek dengan subjek.
e)
Manusia sebagai
makhluk berbudaya
Manusia
memiliki inisiatif dan kreatif dalam menciptakan kebudayaan, hidup berbudaya
dan membudaya. Kebudayaan bukan sesuatu yang ada diluar manusia, bahkan
hakikatnya meliputi perbuatan manusia itu sendiri. Manusia tidak terlepas dari
kebudayaan, bahkan manusa itu baru menjadi manusia karena dan bersama
kebudayaan. Kebudayaan memiliki fungsi positif bagi kemungkinan eksistensi
manusia, namun demikian apabila manusia kurang bijaksana dalam mengembangkannya,
kebudayaan pun dapat menimbulkan kekuatan-kekuatan yang mengancam eksistensi
manusia.
f)
Mansia sebagai
makhluk susila
Menurut
Immanuel Kant, manusia memiliki aspek kesusilaan karena pada manusia terdapat rasio praktis yang memberikan perintah
mutlak (categorical imperative).
g)
Manusia sebagai
makhluk beragama
Aspek
Keberagamaan merupakan salah satu
karakteristik esensial eksistensi manusia yang terungkap dalam bentuk pangkuan
atau keyakinan akan kebenaran suatu agama yang diwujudkan dalam sikap dan prilaku.
Manusia hidup beragama karena menyangkut masalah-masalah yang yang bersifat
mutlak maka pelaksanaan keberagamaan akan tampak dalam kehidupan susuai agama
yang dianut masing-masing individu.
HUBUNGAN HAKIKAT
MANUSIA DENGAN PENDIDIKAN
A.
Asas-asas keharusan
atau perlunya pendidikan bagi manusia
1.
Manusia sebagai
makhluk yang belum selesai
Manusia tidak mampu menciptakan dirinya sendiri,
beradanya manusia di dunia bukan pula sebagai hasil evolusi tanpa pencipta
sebagaimana di yakini penganut Evolusionisme, melainkan sebagai ciptaan Tuhan.
Sebagai kesatuan badani-rohani manusia memiliki historisitas dan hidup
bertujuan.
Karena itu, eksistensi manusia terpaut dengan masa
lalunya (misal ia berada karena diciptakan Tuhan, lahir didunia dalam keadaan
tidak berdaya sehingga memerlukan bantuan orang tuanya atau orang lain dan
seterusnya), dan sekaligus menjangkau masa depan untuk mencapai tujuan
hidupnya. Manusia berada dalam perjalanan hidup, perkembangan dan pengembangan
diri. Ia adalah manusia, tetapi sekaligus “belum selesai” mewujudkan diri
sebagai manusia.
2.
Tugas dan tujuan
manusia adalah menjadi manusia
Manusia hidup di dunia dalam keadaan keadaan belum
tertentukan menjadi apa atau menjadi siapa nantinya karena itu aspek-aspek
hakikat manusia yang pada dasarnya merupakan potensi yang sekaligus adalah
sebagai tugas yang harus diwujudkan oleh setiap orang. Berbagai aspek hakikat
manusia pada dasarnya adalah potensi yang harus di wujudkan setiap orang, sebab
itu bahwa berbagai aspek hakikat manusia merupakan sosok manusia yang ideal,
merupakan gambaran manusia yang di cita-cita kan atau yang menjadi tujuan. Sosok
manusia ideal tersebut belum terwujud melainkan harus di upayakan untuk
diwujudkan.
3.
Perkembangan
manusia bersifat terbuka
Perkembangan manusia bersifat terbuka atau
mengandung berbagai kemungkinan. Manusia mungkin berkembang sesuai kodrat dan
martabat kemanusiaannya atau mampu menjadi manusia, sebaliknya mungkin pula ia
berkembang ke arah yang kurang sesuai atau bahkan tidak sesuai dengan kodrat
dan martabat kemanusiaannya.
B.
Asas-Asas
Kemungkinan Pendidikan
1.
Asas
Potensialitas
Berbagai potensi yang ada pada manusia yang
memungkinkan ia akan mampu menjadi manusia, tetapi untuk itu memerlukan suatu
sebab, yaitu pendidikan. Contohnya, dalam aspek kesusilaan, manusia di harapkan
mampu berperilaku sesuai dengan norma-norma moral dan nilai-nilai moral yang
diakui.
2.
Asas Dinamika
Manusia selalu aktif baik dalam aspek fsikologik
maupun spiritualnya. Ia selalu menginginkan dan mengejar segala hal yang lebih
dari apa yang telah ada atau yang telah dicapainya.
3.
Asas
individualitas
Individu memiliki kedirisendirian (subjektivitas),
ia berbeda dari yang lainnya dan memiliki keinginan untuk menjadi seseorang
sesuai keinginan dirinya sendiri.
4.
Asas sosialitas
Sebagai insan sosial manusia hidup bersama dengan
sesamanya, ia butuh bergaul dengan orang lain. Dalam kehidupan bersama dengan
sesamanya ini akan terjadi hubungan pengaruh timbal balik.
5.
Asas moralitas
Manusia memiliki kemampuan untuk membedakan yang
baik dan yang tidak baik, dan pada dasarnya ia berpotensi untuk berprilaku baik
atas dasar kebebasan dan tanggung jawabnya (aspek moralitas).
LANDASAN YURIDIS DAN LANDASAN
FILOSOFIS PENDIDIKAN
A.
Landasan
Pendidikan
Landasan berarti
tumpuan, dasar atau alas karena itu landasan merupakan tempat bertumpu, titik
tolak atau dasar pijakan. Pendidikan merupakan kegiatan sesorang atau
sekelompok orang untuk mencapai tujuan pendidikan. Ada berbagai jenis landasan
pendidikan, berdasarkan sumber perolehannya terbagi menjadi empat jenis yaitu:
1.
Landasan religus
pendidikan
2.
Landasan
filosofis pendidikan
3.
Landasan ilmiah
pendidikan
4.
Landasan yuridis
atau hukum pendidikan
B.
Landasan Yuridis
Pendidikan
Landasan yuridis
pendidikan adalah seperangkat asumsi yang bersumber dari peraturan
perundang-undangan yang berlaku sebagai titik tolak dalam rangka pengelolaan,
penyelenggaraan dan kegiatan pendidikan dalam suatu sistem pendidikan nasional.
Landasan yuridis pendidikan bersifat ideal
dan normatif, artinya merupakan
suatu yang diharapkan dilaksanakan dan mengikat untuk dilaksanakan oleh setiap
pengelola, penyelenggaraan dan pelaksana pendidikan di dalam sistem pendidikan
nasional.
Definisi pendidikan
adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses
pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya
untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian,
kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya,
masyarakat, bangsa dan negara (pasal 1 UU RI No. Tahun 2003).
Fungsi pendidikan
nasional adalah mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta pradaban
bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa. Tujuan
pendidikan nasional ialah untuk berkembangnya potensi peserta didika agar
menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak
mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang
demokratis serta bertanggung jawab (Pasal 3 UU RI No. 20 Tahun 2003 tentang
sistem pendidikan Nasional).
C.
Landasan
Filosofis Pendidikan
Landasan filosofis pendidikan adalah seperangkat
asumsi pendidikan yang dideduksi dari asumsi-asumsi filsafat umum (metafisika, epistimologi, dan aksiologi) yang bersifat preskriptif dari suatu aliran filsafat
tertentu.
1.
Metafisika (hakikat realitas). Realitas atau alam
semesta tidaklah ada dengan sendirinya, melainkan sebagai ciptaan (makhluk) Tuhan Yang Maha Esa.
2.
Hakikat manusia.
Manusia adalah ciptaan (makhluk)
Tuhan Yang Maha Esa, merupakan kesatuan badani-rohani yang hidup dalam ruang
dan waktu, sadar akan diri dan lingkungannya, mempunyai berbagai kebutuhan,
dibekali naluri dan nafsu, serta memiliki tujuan hidup.
3.
Epistimologi (Hakikat Pengetahuan). Segala pengetahuan
hakikatnya bersumber dari Tuhan YME. Tuhan telah menurunkan pengetahuan baik
melalui Utusan-Nya (berupa wahyu) maupun berbagai hal yang ada di alam semesta
termasuk hukum-hukumnya. Manusia dapat memperoleh pengetahuan melalui berfikir,
pengalaman empiris, penghayatan, dan ituisi dalam konteks intraksi/komunikasi
dengan segala yang ada didalam hidupnya.
4.
Aksiologi (Hakikat Nilai). Sumber segala nilai
hakikatnya adalah Tuhan YME. Nilai-nilai individual dan nilai-nilai sosial
tidak bleh bertentangan satu sama lain, dan juga tidak boleh bertentangan
dengan nilai-nilai dari Tuhan (nilai-nilai agama) sesuai keyakinan agama
masing-masing.
PENDIDIKAN SEBAGAI SUATU PROSES
A.
Pengertian Proses Pendidikan
1.
Unsur-unsur pendidikan
Unsur-unsur
pendidikan pendidikan adalah sebagai berikut:
a)
Tujuan
pendidikan
b)
Pendidik
c)
Anak didik atau
peserta didik
d)
Isi atau materi
pendidikan
e)
Metode dan alat
pendidikan
f)
Lingkungan
pendidikan
2.
Proses pendidikan
Proses
pendidikan merupakan intraksi antar berbagai unsur pendidikan dalam rangka
mencapai tujuan pendidikan.
3.
Proses pendidikan bukan proses pembentukan seseorang
Proses pendidikan
berlangsung dalam suatu kegiatan sosial atau pergaulan antara pendidik dengan
peserta didik. Karena itu, proses pendidikan tidak boleh disamakan dengan
proses reaksi kimiawi, atau proses produksi yang bersifat mekanistik.
4.
Proses pendidikan sebagai upaya pengembangan potensi
peserta didik atas dasar kedaulatan peserta didik dan kewibawaan pendidik
Setiap peserta
didik mempunyai potensi atau bakatnya masing-masing, mereka mempunyai kekuatan
lahir-batinnya atau kodrat alamnya masing-masing. Kodrat alam tersebut hanya
akan berkembang atas dasar kebebasan atau kedalatan peserta didik.
B.
Proses Pendidikan Berlangsung Dalam Pergaulan
(Interaksi Sosial)
1.
Pergaulan dan jenisnya
Manusia adalah
makhluk sosial, ia hidup bersama dan bergaul dengan sesamanya. Didalam
pergaulan tersebut tiap orang melakukan tindakan-tindakan sosial tertentu
sehingga terjadi proses saling mempengaruhi antara manusia yang satu dengan
manusia yang lainnya. Jenis pergaulan ditinjau berdasarkan pelakunya pergaulan
dapat dibedakan menjadi 3 jenis yaitu;
a)
Pergaulan orang
dewasa dengan orang dewasa
b)
Pergaulan orang
dewasa dengan anak atau orang yang belum dewasa
c)
Pergaulan anak
dengan anak
2.
Sifat-sifat yang harus diperhatikan dalam mengubah
situasi pergaulan biasa menjadi situasi pendidikan
Langeveld (1980)
mengemukakan dua sifat yang harus diperhatikan apabila pendidik akan mengubah
situasi pergaulan biasa menjadi situasi pendidikan, yaitu:
a)
Kewajaran
(wajar), pengubahan situasi pergaulan biasa menjadi situasi pendidikan
hendaknya dilakukan secara wajar agar tidak tampak jelas kesengajaan oleh anak
didik, sekalipun sesungguhnya pengubahan situasi pergaulan itu secara sengaja
diciptakan oleh pendidik.
b)
Ketegasan
(tegas), pengubahan situasi pergaulan secara tegas dengan maksud agar dapat
memberikan kejelasan bagi anak didik tentang apa yang positif dikehendaki oleh
pendidik, atau agar anak menyadari bahwa ia telah melakukan hal yang bersifat
negatif yang tidak boleh dilakukan lagi.
3.
Kepercayaan sebagai syarat teknik proses pendidikan
Tidak adanya saling
percaya mempercayai dari kedua belah pihak maka pergaulan tidak bisa dikatakan
kondusif untuk pendidikan sehingga proses pendidikan tidak dapat berlangsung
sesuai dengan harapan. M.J. Langeveld (1980) menyatakan bahwa “perhubungan yang
bardasarkan percaya mempercayai merupakan syarat teknik bagi pendidikan”.
C.
Hubungan kewajiban dalam proses pendidikan
Kewibawaan (kewibawaan pendidikan) adalah suatu
kekuatan atau kelebihan pribadi pendidik yang diakui dan diterima secara sadar
dan tulus oleh anak didik sehingga anak didik dengan kebabasannya mau menuruti
pengaruh pendidik. Menurut M.J. Lengeveld dalam hubungan kewibawaan, kewibawaan
pendidik akan ditentukan oleh berbagai faktor yaitu:
1.
Kasih sayang
terhadap anak
2.
Kepercayaan
bahwa anak akan mampu dewasa
3.
Kedewasaan
4.
Identifikasi
terhadap anak
5.
Tanggung jawab
pendidikan
Dipihak lain, kepenurutan atau
menurutnya anak didik (peserta didik) kepada pendidik akan ditentukan oleh
faktor sebagai berikut:
1.
Kemampuan anak
dalam memahami bahasa
2.
Kepercayaan anak
kepada pendidik
3.
Kebebasan anak
untuk menentukan sikap, perbuatan dan masa depannya
4.
Identifikasi
5.
Imitasi dan
simpati
PROGRESIVISME DAN ESENSIALISME
A.
Progresivisme
1.
Latar belakang
Progresivisme
adalah gerakan pendidikan yang dilakukan oleh suatu perkumpulan yang dilandasi
konsep-konsep filsafat tertentu, dan sangat berpengaruh dalam pendidikan bangsa
Amerika pada permulaan abad ke-20. Perkumpulan pendidikan Progresivisme (The Progressive Education Association)
didirikan pada tahun 1918. Progresivisme memberikan perlawanan terhadap
pormalisme yang berlebihan dan membosankan dari sekolah atau pendidikan yang
tradisional.
2.
Filasafat pendukung yang melandasi
Progresivisme
didukung atau dilandasi oleh filsafat Pragmatisme dari John Dewey (1859-1952).
Merupakan orang yang paling dikenal mempengaruhi dan berperan dalam rangka
pendirian serta perkembangan Progresivisme.
3.
Pandangan Ontologi
a.
Evolusionistis dan Pluralistis
b.
Manusia
c.
Pengalaman sebagai realitas
d.
Pengalaman dan pikiran
4.
Pandangan Epistimologi
a.
Sumber pengetahuan
b.
Kriteria “kebenaran”
c.
Sifat pengetahuan: relatif dan berubah
5.
Pandangan Aksiologi
a.
Sumber nilai: kondisi riil manusia/pengalaman
b.
Sifat nilai: berada dalam proses, relatif,
kondisional, memiliki kualitas sosial dan individual serta dinamis
c.
Kriteria nilai: berguna adalah baik
d.
Demokrasi sebagai nilai
6.
Pandangan tentang pendidikan
a.
Pendidikan
b.
Tujuan pendidikan
c.
Sekolah
d.
Kurikulum: Child centered, communiti centered,
experlence centered, flexible, interdisifliner
e.
Metode
f.
Peranan guru dan peserta didik
B.
Essensialisme
1.
Latar belakang
Sekitar tahun
1930 timbul organisasi yang bernama Essensialist
Committe for Adavancement of Education. Salah seorang tokohnya yang tekenal
adalah William C. Bagley (Imam Barnadib, 1984). Arthur K. Ellis, dkk.
Essensialisme mempunyai pandangan tentang kebudayaan dan pendidikan yang
berbeda dengan Progresivisme. Essensialisme menolak pandangan Progresivisme yang
mengakui adanya sifat realitas yang serba berubah, fleksibel, partikular dan
bahwa nilai-nilai itu relatif dan sebagainya.
2.
Filsafat pendukung/yang melandasi
Essensialisme
didukung atau dilandasi oleh filsafat Idealisme dan Realisme. Idealisme dan
Realisme secara bersama-sama mendukung Essensialisme, tetapi tidak lebur
menjadi satu, masing-masing aliran tidak melepaskan sifat utamanya.
Filsuf-filsuf besar besar Idealisme peletak dasar asas-asas Essensialisme yang
hidup pada zaman klasik, yaitu Plato, sedangkan para filsuf Idealisme modern
adalah Leibniz, Immanuel Kant, Hegel, dan Schopenhauer.
3.
Pandangan Ontologis
Pandangan
ontologis Essensialisme merupakan suatu konsep bahwa dunia atau realitas ini di
kuasai oleh tat (order) tertentu yang
mengatur dunia beserta isinya. Konsep tata atau order tersebut adalah sebagai
berikut:
a.
Ontologi
idealisme
b.
Ontologi
realisme
4.
Pandangan Epistimologis
a.
Epistimologi
idealisme
Kemampuan pikiran
manusia untuk berpikir logis, dalam mengambil kesimpulan yang valid adalah
suatu perwujudan proses yang sistematis yang juga kita temukan dalam
makrokosmos.
b.
Epistimologi
realisme
Objek sumber
pengetahuan adalah dunia luar subjek, pengetahuan diperoleh melalui pengalaman
dria atau pengamatan.
5.
Pandangan Aksiologis
a.
Aksiologi
idealisme
Nilai hakikat idealisme
diturun dari realitas absolut karena nilai-nilai adalah abadi atau tidak
berubah.
b.
Aksiologi
realisme
Standar nilai tingkah
laku manusia diatur oleh hukum alam, dan pada taraf yang lebih rendah diatur
melalui konvensi atau kebiasaan, adat istiadat dalam masyarakat.
6.
Pandangan tentang Pendidikan
a.
Pendidikan
Merupakan upaya untuk
memelihara kebudayaan. Pendidikan harus didasarkan kepada nilai-nilai
kebudayaan yang telah ada sejak awal peradaban umat manusia.
b.
Tujuan
pendidikan
Pendidikan bertujuan
menstramisikan kebudayaan untuk menjamin solidaritas sosial dan kesejahtraan
umum.
c.
Sekolah
Sekolah yang baik
adalah sekolah yang berpusat pada masyarakat,”society centered school”, yaitu
sekolah yang mengutamakan kebutuhan dan minat masyarakat.
d.
Kurikulum
Isi pendidikan direncanakan
dan di organisasi oleh orang dewasa atau guru sebagai wakil masyarakat.
Kurikulum terdiri atas berbagai mata pelajaran yang berisi ilmu pengetahuan,
“agama”, dan seni, yang dipandang esensial.
e.
Metode
Dalam hal metode
pendidikan Essensialisme menyarankan agar sekolah-sekolah mempertahankan
metode-metode tradisional yang berhubungan dengan disiplin mental.
f.
Peranan Guru dan
Peserta didik
Guru atau pendidik
berperan sebagai mediator atau “jabatan” antara dunia masyarakat atau orang
dewasa dengan dunia anak. Secara moral guru haruslah orang terdidik yang dapat
dipercaya sebagai pengarah proses belajar. Dan peranan peserta didik adalah
belajar, menurut Idealisme yaitu belajar menyesuaikan diri pada kebaikan dan
kebenaran sedangkan Menurut Realisme yaitu belajar penyesuaian diri terhadap
masyarakat dan alam.
KONDISI PENDIDIKAN DI INDONESIA
A.
Kondisi
Pendidikan Sebelum Kemerdekaan
1.
Zaman purba
Tujuan
pendidikan pada zaman purba adalah agar generasi muda dapat mencari nafkah,
membela diri dan hidup bermasyarakat, yaitu mempunyai semangat gotong royong,
menghormati para empu dan taat terhadap adat. Kurikulum pendidikannya meliputi
pengetahuan, sikap, dan keterampilan mengenai keagamaan melalui upacara-upacara
keagamaan dalam rangka menyembah nenek moyang.
Pendidinya
terutama adalah ayah dan ibu mereka sendiri dan secara tidak langsung adalah
para orang dewasa di dalam masyarakatnya. Sekalipun ada yang belajar kepada
empu, apakah pandai besi atau kepada dukun jumlahnya sangat terbatas, utamanya
adalah anak-anak mereka sendiri.
2.
Zaman kerajaan Hindu-Budha
Pada zaman ini
sebagaimana di krajaan Tarumenegara, Kutai, selain telah dilangsungkannya
pendidikan informal di dalam keluarga masing-masing, juga sudah berkembang
pendidikan yang lembaganya berbentuk perguruan atau pesantren. Pada awalnya
yang menjadi pendidik (guru atau pandita) adalah kaum Brahmana, kemudian lama
kelamaan para empu menjadi guru menggantikan kedudukan para Brahmana. Ada
tingkatan guru;
a)
Guru (perguruan)
keraton, murid-muridnya adalah para anak raja dan bangsawan
b)
Guru (perguruan)
pertapa, murid-muridnya adalah berasal dari kalangan rakyat jelata.
Tujuan pendidikan umunya adalah agar
para peserta didik menjadi penganut agama yang taat, mampu hidup bermasyarakat
sesuai tatanan masyarakat yang berlaku saat itu. Kurikulum pendidikannya
meliputi agama, bahasa sanskerta termasuk membaca dan menulis (huruf Palawa),
kesusastraan, keterampilan memahat atau membuat candi dan bela diri (ilmu
berperang).
3.
Zaman
Kerajaan Islam
Tujuan
pendidikan pada umumnya pada zaman Kerajaan Islam ini ialah untuk menhasilkan
manusia yang bertakwa kepada Allah SWT selamat di dunia dan akhirat melalui
pelaksanaan iman, ilmu dan amal. Selain berlangsung di dalam keluarga,
pendidikan berlangsung di lembaga-lembaga pendidikan lainnya, yaitu di
langgar-langgar, mesjid dan pesantren yang diajarkan oleh para wali, ustad atau
ulama Islam.
Kurikulum
pendidikannya tidak tertullis (tidak ada kurikulum formal). Pendidikan berisi
tentang tauhid (pendidikan keimanan terhadap Allah SWT), Al-qur’an, hadis,
fikih, bahasa arab termasuk membaca dan menulis huruf Arab. Pendidikan pada
zaman ini bersifat demokratis, semua wajib melakukan pendidikan. Tetapi
mengenai pengelolaan pendidikan masih bersifat otonom dikelola oleh para ulama,
ustad atau guru.
Metode atau cara
pendidikan dilakukan dengan metode yang bervariasi, tergantung dengan sifat
materi pendidikan, tujuan, dan peserta didiknya. Contoh metode yang sering
digunakan adalah metode ceramah atau tabligh (wetonan). Materi pendidikan yang
sifatnya lebih luas dan mendalam di pelajari di pesantren.
4.
Zaman pengaruh Portugis dan Spanyol
Pengaruh bangsa
portugis dalam bidang pendidikan utamanya berkenaan dengan penyebaran agama
katolik, mereka mendirikan sekolah (Seminarie) di Ternate, kurikulum
pendidikannya berisi pendidikan agama Katolik ditambah pelajaran menulis,
membaca dan menghitung.
5.
Zaman kolonial Belanda
Iplikasi dari
kondisi politik, ekonomi, dan sosial budaya di Indonesia pada zaman ini
dibedakan dua garis pelaksanaan pendidikan, yaitu pendidikan yang dilaksanakan
oleh pemerintah kolonial belanda sesuai kepentingan penjajahannya, dan
pendidikan dilaksanakan oleh kaum pergerakan sebagai sarana perjuangan demi
mencapai kemerdekaan.
6.
Zaman pendudukan Jepang
Implikasi
kekuasaan pemerintahan pendudukan militer jepang dalam bidang pendidikan di
Indonesia yaitu sebagai berikut:
a.
Tujuan dan isi
pendidikan di arahkan demi kepentingan perang Asia Timur Raya.
b.
Hilangnya Sistem
Dualisme dalam pendidikan
c.
Sistem
pendidikan menjadi lebih merakyat (populis)
B.
Kondisi Pendidikan Periode 1945-1969
1.
Zaman Revolusi
Fisik Kemerdekaan
Setelah
proklamasi kemerdekaan 17 Agustus 1945, pada tanggal 18 Agustus 1945 PPKI
menetapkan UUD 1945 yang mana di dalamnya memuat pancasila sebagai dasar
negara. Bersamaan dengan berjalannya revolusi fisik, pemerintah mulai
mempersiapkan sistem pendidikan nasional sesuai amanat UUD 1945.
2.
Peletakan dasar
pendidikan Nasional
Mulai tanggal 18
Agustus 1945, sejak PPKI menetapkan UUD 1945 sebagai konstitusi negara yang di
dalamnya memuat Pancasila, implikasinya bahwa sejak saat itu dasar sistem
pendidikan nasional kita adalah pancasila UUD 1945.
3.
Demokrasi Pendidikan
Sesuai dengan
amanat UUD 1945 dan UURI No. 4 Tahun 1950, meskipun menghadapi berbagai
kesulitan, pemerintah mengusahakan terselenggaranya pendidikan yang bersifat
demokratis, yaitu kewajiban belajar sekolah dasar di rencanakan selama 10
Tahun.
4.
Lahirnya LPTK
pada Tingkat universiter
5.
Lahirnya
perguruan tinggi
C.
Kondisi
Pendidikan Pada PJP I: 1969-1993
1.
UU tentang
sistem pendidikan Nasional 5. Pendidikan Tinggi
2.
Taman
kanak-kanak 6. Pendidikan Luar Sekolah
3.
Pendidikan Dasar 7. Tantangan, Kendala, Peluang
4.
Pendidikan
Menengah
IMPLIKASI KARAKTERISTIK MANUSIA INDONESIA TERHADAP
PENDIDIKAN
A.
Implikasi Terhadap
Dasar dan Akar Pendidikan
Pancasila dan
UUD 1945 tergolong ke dalam wujud ideel kebudayaan bangsa atau kebudayaan
nasional. Pancasila adalah jiwa seluruh rakyat Indonesia, keperibadian bangsa
Indonesia, pandangan hidup bangsa Indonesia dan sebagai dasar negara Indonesia.
Implikasinya maka Pancasila dan UUD 1945 berkedudukan sebagai dasar pendidikan
nasional.
B.
Implikasi
Terhadap Pengelolaan Pendidikan
Pengelolaan
pendidikan bersifat Dekonsentrasi. Mengingat betapa luasnya wilayah negara
Republik Indonesia serta aneka ragamnya keadaan lingkungan fisik dengan segala
kekayaan yang dikandungnya, dan majemuknya keadaan sosial budaya di Indonesia
maka perlu diambil suatu kebijakan dalam pengelolaan pendidikan agar efisien
dan efektif. Implikasinya maka kebijakan pengelolaan pendidikan dalam sistem
pendidikan nasional kita bersifat dekonstrasi seperti tercermin dalam pasal 50
UU RI No. 20 Tahun 2003.
C.
Kurikulum
pendidikan
Implikasi
dari Kurikulum Pendidikan perlu di ambil kebijakan untuk tersedianya:
1.
Kurikulum
nasional yang memungkinkan tetap lestarinya keadaan masyarakat yang Bhineka
Tunggal Ika, terbinanya keperibadian bangsa, terjaminnya standar nasional mutu
pendidikan dan relevansi pendidikan secara nasional.
2.
Kurikulum muatan
lokal yang memungkinkan terjaminnya relevansi pendidikan secara lokal, baik
dalam kaitannya dengan lingkungan fisik maupun sosial budaya.
D.
Wajib Belajar
Implikasi
terhadap kebijakan dan penyelenggaraan wajib belajar antara lain berkenaan
dengan sebagai berikut:
1.
Adanya kebijakan
mengenai peningkatan akses dan perluasan kesempatan belajar bagi semua anak
usia pendidikan dasar dengan target utama daerah dan masyarakat dan terisolasi.
2.
Adanya kebijakan
tentang keragaman satuan pendidikan penyelenggara wajib belajar pendidikan
dasar.
E.
Gerakan Nasional
Orang Tua Asuh
Implikasi dari
gerakan nasional orang tua asuh, diantaranya ialah perlu adanya kebijakan untuk
melaksanakan peranan sebagai orang tua asuh oleh lapisan masyarakat yang
bersetatus sosial ekonomi tinggi (kaya) dan mungkin juga lapisan menengah
sehingga diharapkan kesulitan untuk menanggung beban biaya pendidikan bagi
masyarakat miskin dapat teratasi dan di harapkan dapat menuntaskan wajib
belajar 9 tahun atau juga kejenjang yang lebih tinggi.
F.
Implikasi
Karakteristik Kebudayaan Terhadap Praktek Pendidikan
Karakteristik
kebudayaan mengandung potensi untuk memunculkan masalah dalam praktik
pendidikan. Dengan syarat apabila tidak ada kesejalanan antara kebudayaan
aktual dengan kebudayaan idealnya maka akan terjadi konflik antara kebudayaan
baru dengan kebudayaan yang dianggap sudah stabil atau mapan. Diantaranya
tersebut ialah kebudayaan Ideal vs kebudayaan Aktual dan Stabil vs Perubahan.
PERUBAHAN SOSIAL MASYARAKAT INDONESIA
A.
Nasionalisme
Hans Kohn (Redja
Mudyaharjo, 2002) mengemukakan Nasionalisme adalah sebagai kemauan hidup
bersama, yaitu suatu paham yang memberi ilham kepada sebagian terbesar penduduk
dan mewajibkan dirinya untuk mengilhami anggota-anggotanya. Ciri-ciri
Nasionalisme Indonesia menurutnya ialah sebagai berikut:
1.
Nasionalisme
kerakyatan/persatuan yang anti penjajahan
2.
Nasionalisme
kerakyatan/persatuan yang patriotik yang religus
3.
Nasionalisme
kerakyatan/persatuan yang berdasarkan pancasila
Gagalnya pejuang
Bangsa Indonesia melawan penjajahan disebabkan oleh beberapa alasan,
diantaranya ialah:
1.
Perjuangan dan
perlawanan masih bersifat kedaerahan
2.
Belum dibentuk
organisasi dan koordinasi modern sehingga perjuangannya berjalan
sendiri-sendiri tanpa ada kerja sama
3.
Perjuangan
daerah sangat bergantung kepada pemimpinnya
Suparman (2003) mengemukakan bahwa
timbulnya Nasionalisme di Indonesia pada zaman penjajahan dipengaruhi oleh
berbagai faktor, antara lain sebagai berikut:
1.
Pendidikan
2.
Diskriminasi
3.
Pengaruh paham
baru
B.
Otonomi Daerah
Otonomi daerah
adalah pemberian wewenang dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah dan
daerah mempunyai keleluasan untuk merencanakan, melaksanakan sendiri urusan
yang diserahkan pemerintah pusat dengan konsekuensi bahwa daerah harus mampu
membiayainya pula. Kebijakan pemerintah dibidang otonomi daerah relevan dengan
karakteristik sosial budaya indonesia yang heterogen dalam suku, agama, bahasa,
adat-istiadat, dan kebiasaan.
SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL
A.
Pendidikan Nasional Sebagai Sistem
Pendidikan
nasional sebagai sistem atau sistem pendidikan nasional adalah keseluruhan
komponen pendidikan yang saling terkait secara terpadu untuk mencapai tujuan
pendidikan Nasional. Salah satu ciri umum suatu sistem adalah berada didalam
lingkungan sebagai suprasistemnya. Suprasistem bagi sistem pendidikan Nasional
adalah masyarakat nasional Indonesia itu sendiri yang berada dalam konteks hubungan
dengan masyarakat internasional.
Philip H. Coombs
mengidentifikasikan bahwa sumber input utama sistem pendidikan Nasional terdiri
atas;
1.
Ilmu
pengetahuan, nilai-nilai, dan tujuan-tujuan yang berlaku di masyarakat
2.
Penduduk dan
tenaga kerja yang tersedia
3.
Faktor ekonomi
Sedangkan sumber input
dari masyarakat internasional terdiri atas:
1.
Pelajar dan
peneliti asing yang datang untuk belajar
2.
Pelajar dan
peneliti yang belajar dan pulang dari luar negeri
3.
Pengajar dan
tenaga ahli asing yang ikut membantu penyelenggaraan pendidikan
4.
Pengetahuan,
teknik dan budaya
Dari berbagai
sumber imput tersebut dibentuklah berbagai komponen sistem pendidikan nasional,
yaitu sebagai berikut:
1.
Tujuan dan
prioritas
2.
Anak didik
3.
Pengelolaan
4.
Stuktur dan
jadwal
5.
Isi (kurikulum)
6.
Pendidik (guru)
7.
Alat bantu
belajar
8.
Fasilitas
9.
Teknologi
10. Pengawasan mutu
11. Penelitian
12. Biaya pendidikan
Transformasi dalam sistem pendidikan
nasional dilakukan sebagai upaya mencapai tujuan pendidikan nasional dan di
arahkan untuk mencapai tujuan nasional. Bentuk transformasi dalam sistem
pendidikan nasional yaitu:
1.
Pengelolaan
pendidikan
2.
Proses
pendidikan
B.
Deskripsi Sistem Pendidikan Nasional
1.
Landasan yuridis
sistem pendidikan nasional
Landasan yuridis
sistem pendidikan nasional merupakan seperangkat undang-undang, praturan atau
keputusan yang harus dijadikan titik tolak dalam rangka pengelolaan,
penyelenggaraan dan kegiatan pendidikan di dalam sistem pendidikan nasional.
Bentuk landasan
yuridis sistem pendidikan nasional antara lain adalah UUD Negara RI Tahun 1945,
UU RI No. 20 Tahun 2003 tentang “Sistem
Pendidikan Nasional”, beserta berbagai peraturan pemerintah (PP) yang
berkenaan dengan pendidikan yang menyertainya.
2.
Jalur, Jenjang,
Jenis, dan Satuan Pendidikan
a.
Jalur dan
jenjang pendidikan
Jalur pendidikan adalah
wahanan yang dilalui peserta didik untuk mengembangkan potensi diri dalam suatu
proses pendidikan yang sesuai dengan tujuan pendidikan. Ada tiga jalur
pendidikan yaitu:
-
Jalur pendidikan
formal
-
Jalur pendidikan
nonformal
-
Jalur pendidikan
informal
b.
Jenis pendidikan
Jenis pendidikan yaitu
kelompok pendidikan yang didasarkan pada kekhususan tujuan pendidikan suatu
satuan pendidikan. Jenis pendidikan tersebut ialah :
-
Pendidikan umum
-
Pendidikan
akademik
-
Pendidikan
profesi
-
Pendidikan
vokasi
-
Pendidikan
keagamaan
-
Pendidikan
khusus
c.
Satuan
pendidikan
Satuan pendidikan
adalah kelompok layanan pendidikan yang menyelenggarakan pendidikan formal,
nonformal dan informal pada setiap jenjang dan jenis pendidikan (pasal 1 ayat
(10) UU RI No. 20 Tahun 2003)
d.
Satuan
pendidikan pada jalur pendidikan formal
Pada jalur pendidikan
formal terdapat (diselenggarakan) berbagai satuan pendidikan, mulai satuan
pendidikan untuk pendidikan anak usia dini, jenjang pendidikan dasar, menengah
dan tinggi.
C.
Kegiatan Dan Pengelolaan Pendidikan
1.
Kegiatan pendidikan
Kegiatan
pendidikan hendaknya merupakan usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan
suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif
mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan,
pengendalian diri, keperibadian, kecerdasan akhlak mulia, serta keterampilan
yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan negara.
Kegiatan
pendidikan dilaksanakan dalam bentuk kegiatan pembelajaran dan/atau cara yang
dikenal dan diakui masyarakat. Pembelajaran adalah proses intraksi peserta
didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar. Adapun
cara lain dalam kegiatan pendidikan dapat berupa bimbingan, pengajaran,
latihan.
2.
Pengelolaan
pendidikan
Pengelolaan
pendidikan dalam sistem pendidikan nasional indonesia bersifat dekonsentrasi
seperti tercermin dalam pasa 50 UU RI No. 20 Tahun 2003. Pengelolaan pendidikan
nasional merupakan tanggung jawab Menteri (Menteri Pendidikan Nasional)
3.
Pengelolaan
Satuan Pendidikan
Pengelolaan
pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar dan pendidikan menengah
dilaksanakan berdasarkan standar pelayanan minimal dengan prinsip manajemen
berbasis sekolah/madrasah. Sedangkan pengelolaan satuan pendidikan tinggi
dilaksanakan berdasarkan prinsip otonomi akuntabilitas, jaminan mutu dan
evaluasi yang transparan. Kegiatan pendidikan dilaksanakan sepanjang hayat
melalui pembelajaran dan atau cara lain yang dikenal dan diakui masyarakat.
ADOPSI DAN PELAKSANAAN INOVASI PENDIDIKAN
A.
Adopsi Inovasi
Proses adopsi
inovasi dipengaruhi oleh sistem internal organisasi kemasyarakatan yang
bersangkutan. Organisasi atau tatanan kemastarakatan yang baik dan stabil akan
mengadopsi suatu inovasi memenuhi syarat-syarat berikut:
1.
Memiliki tujuan
yang jelas
2.
Memiliki
pembagian tugas yang dideskripsikan secara jelas
3.
Memiliki
kejelasan struktur otoritas dan kewenangan
4.
Memiliki
peraturan dasar dan peraturan umum
5.
Memiliki pola
hubungan informasi yang terpuji
Dalam proses adopsi inovasi ada lima
kategori perbedaan, individu atau kelompok yang harus diperhatikan yaitu:
1.
Para pembaharu
atau pioner/perintis (inovators)
2.
Para adopter
awal (early adopters)
3.
Para kelompok
mayoritas awal (early majority)
4.
Kelompok
mayoritas akhir (late mayority)
5.
Adopter akhir
(late adopters)
B.
Faktor-faktor
yang mempengaruhi adopsi inovasi
Salah satu
faktor yang mempengaruhi adopsi inovasi ialah sistem sosial. Karateristik
inovasi yang sangat mempengaruhi cepatnya adopsi inovasi adalah sebagai
berikut:
1.
Adanya
keuntungan relatif (relative advantages)
2.
Memiliki
kekompakan dan kesepahaman (compatibility)
3.
Memiliki derajat
kompleksitas (coplexity)
4.
Dapat dicoba
(trialability)
5.
Dapat diamati
(observability)
C.
Hambatan dalam
adopsi inovasi
Faktor
penghambat dalam adopsi inovasi yaitu:
1.
Mental block
barriers, yaitu hambatan yang lebih disebabkan oleh sikap mental
2.
Hambatan yang
bersifat culture block (hambatan budaya)
3.
Hambatan social
block (hambatan sosial), yaitu hambatan inovasi sebagai akibat dari faktor
sosial dan pranata masyarakat sekitar.
D.
Pelaksanaan dan
kontribusi inovasi pendidikan
Poensoen dalam
Santoso S. Hamidjojo (1974) menggungkapkan tiga kecendrungan kontribusi dan
misi difusi inovasi, khususnya dalam bidang pendidikan, yaitu:
1.
Difusi inovasi
pendidikan cendrung mengembangkan dimensi demokratis
2.
Inovasi
pendidikan mengemban misi yang cendrung bergerak dari konsepsi pendidikan yang
berat sebelah dalam peningkatan kemampuan pribadi diantara pengetahuan, sikap
dan ketarmpilan, menuju pada konsep pendidikan yang mengembangkan pola dan isi
yang lebih komprehansif dalam rangka pengembangan seluruh potensi manusia
secara menyeluruh dan utuh.
3.
Pendidikan
mengemban misi yang cendrung bergerak dari konsepsi pendidikan yang bersifat
individual perorangan, menuju kearah konspsi pendidikan yang mengginakan
pendekatan yang lebih kooperatif.
Dalam inovasi pendidikan, unsur strategi
merupakan suatu hal penting. Strategi dalam inovasi diartikan sebagai a means
(usually involvng sequences of activities) for causing and advocated innovation
to become succesful. Salah satu dimensi strategi yang digunakan adalah Tipologi
Strategi Inovasi Pendidikan (Miller, 1983) yang pada dasarnya membedakan antara
target system dan other system yang terdapat empat tahapan yang dilakukan dalam
mengadopsi inovasi, yaitu:
1.
Design
2.
Wareness-interes
3.
Evaluation
4.
Trial